Tidak semua cerita harus megah. Yang sederhana pun bisa tinggal lebih lama di hati

– Aspi Yuwanda

Empat Buku Tentang Menjadi Manusia

Semua yang saya tulis selama ini sebenarnya lahir dari hal yang sama. 
Keinginan untuk memahami hidup dengan cara yang lebih pelan.

Empat buku ini bukan rencana jangka panjang.
Tidak pernah ada niat untuk menjadikannya seri.
Tapi saya tidak tahu bagaimana mereka saling menyambung sendiri.

Dari Luka Menuju Rumah

Awalnya adalah kisah tentang mencari arah setelah kehilangan.
Tentang bagaimana luka bisa menjadi guru yang pelan tapi tegas.
Tentang bagaimana seseorang bisa belajar pulang tanpa harus benar benar kembali.

Di sana saya belajar bahwa tidak semua yang berhenti berarti gagal.
Kadang berhenti hanya cara lain untuk pulang.

Satu Hari Dalam Satu Waktu

Lahir dari masa tenang setelah badai.
Tentang bagaimana hidup tidak harus terburu buru.
Tentang hadir sepenuhnya di hari ini tanpa takut tertinggal.

Buku ini tidak menuntun siapa siapa.
Hanya mengingatkan bahwa tidak apa apa untuk berjalan pelan.
Karena tidak semua yang diam itu hilang.
Kadang justru sedang menemukan bentuknya sendiri.

Langkah Kedepan dan Mimpi yang Terus Bergerak

Fase ketika hati mulai kembali percaya pada arah.
Tentang mimpi yang berubah bentuk.
Tentang keberanian untuk melangkah meski tidak tahu akan sampai ke mana.

Di sini saya menulis tentang menerima perubahan.
Tentang belajar bahwa perjalanan bukan tentang seberapa cepat tiba.
Tapi seberapa jujur kita melangkah.

Surat Surat yang Tidak Pernah Dikirim

Buku ini adalah jeda setelah semua perjalanan.
Tidak lagi menjelaskan tidak lagi menuntut pengertian.
Hanya menulis dengan tenang.

Surat suratnya bukan untuk dikirim.
Hanya untuk diingat.
Untuk diri sendiri.
Untuk orang orang yang pernah singgah.
Untuk waktu yang pernah dilewati.
Dan untuk siapa pun yang membaca dengan rasa yang sama.

Kalau tiga buku pertama adalah perjalanan ke luar.
Yang keempat adalah perjalanan ke dalam.
Kalau tiga buku pertama adalah tentang memahami dunia.
Yang terakhir adalah tentang berdamai dengan diri sendiri.

Akhir yang Tidak Mencari Akhir

Sekarang saya mengerti bahwa tidak ada garis lurus dalam hidup.
Kita semua hanya berjalan dari luka menuju rumah.
Berhenti sebentar satu hari dalam satu waktu.
Lalu melangkah lagi dengan mimpi yang terus bergerak.
Sampai akhirnya cukup tenang untuk menulis surat surat yang tidak pernah dikirim.

Dan mungkin di titik itu.
Kita tidak lagi mencari jawaban.
Kita hanya ingin hidup dengan tenang.
Sebagaimana kata kata yang tidak perlu diucapkan lagi.
Tapi tetap tinggal di hati.

Saya menulis empat buku ini bukan untuk menjelaskan apa pun.
Saya hanya ingin mengingat apa yang pernah terjadi.
Supaya tidak hilang.

Tidak ada kesimpulan dari semuanya.
Hanya kesadaran bahwa hidup terus berjalan.
Bahwa setiap orang punya caranya sendiri untuk bertahan.
Dan bahwa tidak semua hal harus dimengerti sampai tuntas.

Saya tidak tahu akan menulis apa setelah ini.
Tapi saya tahu saya masih akan terus menulis.
Selama masih ada yang ingin saya pahami dari diri sendiri.

Jakarta, Dini Hari 12 Oktober 2025
Aspi Yuwanda

0 Comments