Tidak semua cerita harus megah. Yang sederhana pun bisa tinggal lebih lama di hati

– Aspi Yuwanda

Kenapa Menulis ?

Beberapa orang dekat saya berkata, “Kenapa nggak sekalian bikin vlog aja? Lebih rame, lebih gampang viral.” Saya hanya tersenyum. Kadang saya menjawab, kadang saya diam saja. Tapi sebenarnya jawabannya sederhana: karena saya tidak cakap mengambil video/gambar, apalagi mengeditnya.

Saya tahu, hari ini video jadi medium paling dominan. Tapi, saya sudah menulis sejak 2013 yang lalu, dimana ketika itu Youtube dll tidak seramai sekarng. Segalanya cepat, visual, dan instan. Tapi justru karena itulah, saya memilih jalan yang berbeda. Menulis, bagi saya, bukan hanya soal menyampaikan cerita. Menulis adalah cara saya menyimak dunia, satu kalimat demi kalimat. Ia memaksa saya berhenti sejenak, memikirkan ulang apa yang sebenarnya saya rasakan, bukan hanya apa yang saya lihat.

Video bisa menangkap gambar, tapi tulisan bisa menangkap suasana batin.
Video bisa bercerita dalam menit, tapi tulisan memberi ruang untuk merenung dalam jeda.

Saya tidak anti-video. Saya pun menikmati banyak konten visual, terutama dokumenter dan video perjalanan. Tapi ketika saya sendiri yang harus bercerita, saya lebih memilih diam dulu, membuka halaman kosong, lalu menulis pelan-pelan mencoba meraba makna dari setiap perjalanan, percakapan, atau bahkan perasaan yang sulit saya pahami.

Saat saya menulis tentang pendakian, atau tulisan refleksi diri, bahkan tulisan tentang ulang tahun ke-30, saya bukan sedang membuat dokumentasi. Saya sedang menyusun ulang serpihan waktu yang mungkin akan hilang jika hanya mengandalkan ingatan. Dan bagi saya, tidak semua hal harus ditonton. Beberapa hal cukup dibaca. Dan bahkan, bisa dirasakan secara utuh.

Menulis juga memberi saya kebebasan. Tak perlu khawatir dengan pencahayaan, kualitas suara, atau apakah ekspresi wajah saya cukup menarik di kamera. Dalam tulisan, saya bisa jadi siapa saja bahkan jadi diri sendiri yang sebenarnya, tanpa perlu diedit.

Lagi pula, tidak semua orang cocok bicara di depan kamera. Saya, misalnya, lebih lancar menyusun kalimat di kepala daripada menjelaskannya secara spontan. Dan saya rasa, itu tidak apa-apa. Kita semua punya cara sendiri untuk bercerita. Dan ini adalah cara saya.

Jadi, kenapa saya menulis, bukan membuat video?

Karena menulis membuat saya merasa pulang.
Karena tulisan memungkinkan saya menyampaikan isi hati, bukan sekadar gambar luar.
Karena mungkin, di antara kalimat yang saya tulis, ada orang lain yang merasa terhubung.
Dan, karena saya tidak cakap mengambil video dengan baik, apalagi mengeditnya.

Tidak semua cerita butuh panggung besar—beberapa cukup ditulis pelan-pelan, agar bisa sampai lebih dalam. Mungkin tulisan tak seramai video, tapi ia punya kekuatan lain: membuat orang merasa tidak sendirian. 

"Meskipun pada akhirnya, hanya saya sendiri yang membacanya."

Aspi Yuwanda 
Jakarta, 18 Mei 2024

0 Comentarios

Follow Me On Instagram