Tidak semua cerita harus megah. Yang sederhana pun bisa tinggal lebih lama di hati

– Aspi Yuwanda

#2 Jam Malam: Keheningan yang Menyisakan Jejak

Malam datang dengan cara yang tenang. Tidak ada suara bising, tidak ada lampu jalan yang terlalu terang. Hanya keheningan yang merayap perlahan ke setiap sudut ruangan. Saya duduk di dekat jendela, menatap bayangan pepohonan yang bergerak mengikuti angin malam. Rasanya seperti dunia berhenti sejenak, memberi waktu untuk bernapas dan menimbang kembali apa yang telah dilewati.

Segelas minuman favorit menemani. Uapnya naik tipis, cukup untuk mengingatkan bahwa setiap hal kecil bisa membawa kenyamanan. Kadang kita terlalu fokus pada hal besar, sampai lupa bahwa momen sederhana juga meninggalkan jejak dalam diri. Di malam seperti ini, pikiran mulai menelusuri lorong-lorong kenangan. Peristiwa yang sepele sekalipun tampak lebih jelas ketika dunia luar mereda.

Saya menutup mata sesaat, membiarkan memori dan perasaan bertemu. Ada rasa lega saat menerima semuanya tanpa menghakimi. Malam memberi kesempatan itu, memberi ruang agar kita bisa menatap diri sendiri lebih jujur. Keheningan malam mengajarkan tentang kehadiran. Dalam diam, kita bisa mendengar suara yang selama ini tenggelam oleh hiruk pikuk.

Sesekali saya menatap ke luar jendela lagi, melihat cahaya lampu yang redup. Pikiran saya mulai melompat ke peristiwa hari-hari terakhir, hal-hal yang membuat hati bergetar, keputusan yang membawa perubahan, dan kesempatan yang belum pernah diambil. Semua itu membentuk jejak yang kini saya cermati dengan tenang. Malam bukan hanya waktu untuk istirahat. Ia adalah ruang di mana kita bisa menyusun ulang diri sendiri.

Saya memejamkan mata lagi, membiarkan pikiran berjalan tanpa batas. Bayangan masa lalu dan masa depan saling bertemu. Ada pertanyaan yang belum terjawab, impian yang belum terwujud, dan ketakutan yang masih membayangi. Tapi malam mengajarkan bahwa semuanya boleh ada tanpa harus segera dicari jawabannya. Dalam menerima ketidakpastian, kita belajar hadir sepenuhnya.

Dan ketika pagi perlahan mendekat, saya menyadari bahwa jejak yang ditinggalkan malam bukan sekadar kenangan atau perasaan. Mereka adalah pelajaran yang membimbing langkah berikutnya. Keheningan malam bukan kosong. Ia menyisakan jejak yang hanya bisa kita baca ketika mau berhenti sejenak. Dan jejak itu, lambat laun, membentuk diri kita menjadi lebih utuh.

Malam ini, saya meninggalkan ruang itu dengan rasa syukur. Syukur karena diberi waktu untuk berpikir, untuk menyadari hal-hal kecil yang penting, dan untuk menemukan kembali diri sendiri di antara keheningan. Malam mengingatkan bahwa hadir sepenuhnya bukan soal banyak bicara atau bergerak cepat, tapi soal memberi diri ruang untuk memahami apa yang sebenarnya berarti.


"Bagian dari seri Jam Malam. Tentang waktu-waktu ketika dunia perlahan sepi, dan kita akhirnya bisa mendengar hal-hal yang tidak sempat terdengar di siang hari."

0 Comments