Tidak semua cerita harus megah. Yang sederhana pun bisa tinggal lebih lama di hati

– Aspi Yuwanda

Cerita-cerita Kecil dari Tahun yang Padat

"Waktu berjalan tanpa suara. Tahu-tahu, 2023 sudah sampai di ujungnya"

Saya ingat, awal tahun ini saya masih berada di tempat kerja lama. Rutinitas harian, jalan yang itu-itu saja, dan rasa stagnan yang makin menumpuk di dalam kepala. Tapi hidup, kadang menunggu kita jenuh dulu baru memberi sinyal untuk pindah. Maka di awal tahun, saya putuskan untuk menerima tawaran baru. Bukan pilihan mudah, tapi saya tahu saya harus bergerak kalau tidak secara fisik, setidaknya secara batin.

Pindah kerja ternyata bukan sekadar pindah kantor. Ia membawa ritme baru, tantangan baru, dan versi diri saya yang juga harus beradaptasi ulang. Ada hari-hari yang melelahkan, ada minggu-minggu yang terasa berat, tapi saya tetap bersyukur: setidaknya, saya tidak lagi merasa diam di tempat.

2023 juga tahun saya kembali ke gunung. Setelah delapan tahun absen karena alasan-alasan lain yang tidak pernah benar-benar selesai, akhirnya saya kembali menapaki jalur pendakian. Ada rasa rindu yang terbayar, ada dialog sunyi yang kembali terbuka. Gunung, bagi saya, bukan sekadar destinasi. Ia adalah ruang untuk diam, untuk berpikir ulang, dan untuk mengingat siapa saya sebelum semua ini jadi sekompleks sekarang.

Salah satu momen paling berkesan tahun ini adalah saat istri dan anak untuk pertama kalinya saya ajak pulang ke kampung halaman, ke Pekanbaru dan Bangkinang. Rasanya seperti mempertemukan dua dunia dalam hidup saya, masa lalu dan masa kini. Istri saya akhirnya melihat sendiri rumah tempat saya tumbuh, jalan-jalan yang dulu jadi lintasan pulang sekolah, dan orang-orang yang pernah membentuk saya. Anak saya mungkin belum mengingat banyak, tapi melihat dia bermain di halaman rumah orang tua saya seperti melihat diri saya sendiri, tapi dalam versi yang lebih cerah.

Di rumah, anak saya kini sudah lebih aktif. Sudah bisa meniru, bertanya, berargumen, dan tentu saja membuat hari-hari jadi lebih ramai. Kadang saya lelah. Tapi lebih sering saya bahagia melihat tumbuhnya seseorang yang kelak akan membawa versinya sendiri dari dunia. Saya belajar banyak dari cara dia tertawa, dari cara dia marah, dari cara dia penasaran. Anak kecil memang tidak membawa jawaban, tapi mereka kadang membuat kita kembali bertanya hal-hal penting.

Menjelang akhir tahun, hidup kembali menguji kami. Istri saya masuk rumah sakit di bulan Desember. Awalnya didiagnosis usus buntu, tapi kondisinya memburuk karena komplikasi yang menjalar ke jantung. Ia sempat dirawat di ICU selama beberapa hari. Rasanya seperti dihentakkan dari rutinitas dan diingatkan bahwa semua hal bisa berubah dalam hitungan detik. Tapi kami melewatinya. Hari demi hari, perlahan ia pulih. Dan hari ini, ia sudah jauh lebih baik. Momen-momen seperti itu membuat saya belajar untuk tidak menganggap enteng hal-hal yang kelihatan biasa: kesehatan, kebersamaan, waktu.

Dan mungkin, begitu saja tahun ini berlalu. Tidak selalu mulus, tidak selalu cerah. Tapi cukup untuk membuat saya merasa, saya pernah berjalan—dengan sadar, dengan utuh.

Kini, di penghujung tahun, saya hanya ingin menatap ke belakang sebentar—bukan untuk menyesali apa pun, tapi untuk menyadari: ternyata banyak juga yang sudah terjadi.

2024 ?

Saya tidak ingin menuliskan daftar panjang. Saya hanya ingin lebih hadir di pekerjaan, di rumah, di diri saya sendiri. Ingin lebih rajin menulis, lebih jujur pada emosi, dan lebih berani berkata “cukup” pada hal-hal yang melelahkan tanpa hasil.

Saya tahu tidak semua akan berjalan lancar. Tapi kalau bisa menutup tahun ini dengan hati yang cukup tenang, mungkin itu pertanda: saya sedang berada di jalan yang tepat.

Selamat tinggal 2023. Terima kasih untuk semua kejutannya.

"Tahun depan saya tidak membuat resolusi besar. Saya hanya ingin lebih hadir. Di ruang kerja, di meja makan, di kepala sendiri."

Aspi Yuwanda
Jakarta, 30 Desember 2023

0 Comentarios

Follow Me On Instagram